|
A: Lokasi rusun saya di kawasan Industri Kabil |
"Mas, minumnya teh aja, ya!" pinta saya ke si mas."Obeng atau kosong?" si mas balik nanyaSaya terdiam berpikir sesaat. "Saya mau minuman, mas.. bukan alat tukang.." protes saya.Pertanyaan ter-absurd untuk pertama kalinya sejak saya tiba di Batam beberapa hari yang lalu.Saya jadi teringat dengan beberapa momen unik yang saya alami bersama teman-teman kantor selama di Batam. Akhir 2012 lalu saya berkesempatan untuk mengikuti kerja praktek di sebuah perusahaan animasi di Batam. Selama 5 bulan di sana saya tinggal di sebuah rusun milik pemerintah bersama teman-teman kantor pula. Nggak pake nanggung, rusun ini berada di ujung paling timur (lingkar terluar) pulau Batam, tepatnya di kawasan industri Kabil. Saya menyebutnya dengan nama "Papua-nya Batam" karena memang lokasinya jauh dari pusat kota.
Seminggu pertama kami (saya dan teman-teman Jakarta) masih hidup normal plus mendapat beberapa pengalaman baru yang seru. Belajar animasi like expert, berkenalan dengan wajah-wajah baru, dan tentunya kami akan bekerja di lingkungan kantor yang super nyaman. Transportasi ke kantor ada antar-jemput bis dengan jadwal keberangkatan pagi (08:00 & 09:00) dan pulang (19:00, 21:00, 23:00). Kalau lapar, tinggal naik aja ke lantai 2 pas jam makan. Lunch and dinner sudah dijamin sama katering di kantor dengan menu-menunya yang selalu enak abis setiap harinya. Selagi menikmati makanan sambil bercengkerama dengan teman-teman, kami bisa melihat-lihat dan bahkan berjalan-jalan di golf course yang berada di sebelah kantor. Jalan 2-3 km lagi sudah sampai di Turi Beach Resort dengan pemandangan pantai yang menghadap langsung ke Selat Singapura. Benar-benar pemandangan yang menenangkan batin. What a life! Kurang perfect apa coba? |
Istirahat sehabis lunch bisa main-main ke sini |
|
Turi Beach Resort (Sumber: travelocity.com) |
5 hari di kantor baru yang menyenangkan telah berlalu tanpa terasa, dan saya pun nggak mau menyia-nyiakan weekend perdana di Batam cuma dengan bermalas-malasan di kamar. Langsung saja saya ngepel dan cuci baju.. errrr..... bukan itu, tapi emang salah satunya. Biar lebih mengenal lingkungan sendiri, maka saya dan teman-teman berjalan kaki sekitaran rusun sambil mencari makan yang kami sendiri belum tahu di mana.
Tanah lapang merah yang sangat-sangat luas mendominasi di kiri-kanan jalan raya yang bernama Hang Kesturi ini. Tahu sendiri, kan kalau daerah industri itu kayak apa? Pemandangan truk tanah berseliweran dan jalan raya tanpa ujung menjadi santapan kedua mata kami sehari-hari. "Seperti inikah menjadi kaum pinggiran yang hidup jauh dari pusat kota?" pikir sejenak. Tak perlu lagi saya membantah, karena saya sekarang benar-benar berada di tengah-tengah antah berantah. |
Rupa rusun dari balkon kamar saya di lantai 3 |
|
Rusun dari lapangan tanah merah |
|
Area pantai kawasan industri Kabil (Sumber: augustaracing.wordpress.com) |
Hasil eksplorasi, ternyata ada kantin kecil di sebuah rusun berwarna biru tepat di sebelah rusun kami. Di sebelah bukan berarti jaraknya cuma selemparan batu, namun kami harus jalan keluar ke arah jalan raya dulu untuk bisa masuk ke rusun tersebut. Sekitar 1 km jarak jalan kaki pulang-pergi cuma untuk makan saja. Rusun milik swasta ini justru malah lebih "hidup" dibandingkan rusun kami yang kesannya tidak terurus. Setidaknya ada warung makan dan minimart saja sudah cukup untuk menyokong hidup di daerah seperti ini.
Untuk menu makan saya nggak ada masalah, namun ketika hendak memesan minuman, saya cukup dibingungkan dengan pertanyaan si mas pemilik warung yang malah nawarin "obeng". Belum sempat saya menjawab, dia malah udah bilang "kosong". Ngerjain abis si mas ini. Si mas menjelaskan dengan serius sambil senyum-senyum, "Teh Obeng itu es teh manis, Teh O itu teh manis hangat..." Karena saya maunya teh tawar, maka saya harus pesan dengan bilang Teh Kosong. Emang dasar anak kota geger tradisi!
Suasana makan pun menjadi agak berbeda ketika saya tak sengaja mendengar percakapan beberapa orang bermata sipit di sekitar kami. Saya pikir mereka adalah orang daerah di kepulauan sekitar yang terbiasa menggunakan bahasa Hokkien. Namun, seorang penjaga warung di pinggir jalan memberitahu kami bahwa mereka adalah perantau China daratan tulen yang bekerja di sebuah pabrik di sekitar Kabil ini.
"Mereka doyan minum. Sekali beli bisa 10 botol lebih" kata bapak penjaga warung. Biasanya mereka (cewek dan cowok) suka kumpul bareng di dekat kantin pada malam hari untuk cuma minum-minum dan ngobrol-ngobrol. Kemungkinan mereka adalah orang Kanton yang berasal dari Guangdong dan daerah sekitar China selatan lainnya. Tipikal orang Kanton kebanyakan, kalau ngomong biasa aja suaranya seperti ngotot mau ngajak berantem, termasuk juga yang di Jakarta (opini sotoy). Kalau lagi "tobat" minum sementara, orang-orang China itu berkumpul di bagian depan rusun untuk bermain permainan olah raga paling terkenal sejagad China. Olah raga itu apalagi kalau bukan ping pong alias tenis meja.
Ada hal unik lainnya seputar rumah makan di Batam.Karena sudah terlalu sering makan di kantin di rusun biru, lama-kelamaan kami bosan juga dan ingin mencicip street food lainnya. Tak jauh dari situ ada sebuah warung makan tenda "sejadinya" tepat di pinggir jalan raya Hang Kesturi. Sekilas memang terlihat biasa saja bentuknya. Menunya pun juga khas seperti mie tek-tek yang biasanya jualan di gerobak. Namun satu hal yang menarik bagi orang awam Batam. Di setiap meja disediakan teko dan juga tadahannya seperti gambar di bawah ini: |
Ini teh poci? Bukan! (Sumber: www.hmzwan.com) |
|
Versi bergengsi (Sumber: dherdian.wordpress.com) |
Bagi pengertian orang Jakarta seperti kami, sudah dipastikan ini adalah air matang biasa. Maka tak ragulah saya dan ingin menuang airnya ke dalam gelas. Belum sempat saya menuang seluruhnya, salah seorang teman yang sudah lama di Batam memberitahu saya untuk menghentikan niat tersebut.
"Air buat cuci tangan, kok diminum?!" sewot teman saya.Lah, bingunglah saya...
Lagipula, orang pendatang mana yang bakal menyangka kalau sesungguhnya air di teko ini sama sekali bukan air minum, melainkan air untuk cuci tangan! Bila di Jawa ada kobokan, maka di Batam ada teko cuci tangan. Fungsinya sama, namun yang membedakan bila kobokan cuma bisa dipakai satu orang, maka teko ini bisa dipakai beramai-ramai. Cara cuci tangannya, ya hanya tinggal guyur saja ke tangan di atas wadahnya. Wadah itu berguna untuk menadah air bekas cuci tangan kalian itu. Biasanya teko ini dapat ditemukan di warung-warung makan dan juga rumah makan Padang. Teko cuci tangan ini tidak hanya ada di Batam saja, tapi diberlakukan pula di daerah lainnya di Kepri hingga Bangka Belitung.
Benar-benar mengecoh sekali dari bentuk kemasannya yang sangat prestige untuk air cuci tangan saja. Beruntung saya belum meneguk, daripada hari saya menjadi terpuruk. Jadi untuk para pendatang baru di Batam, waspadalah... waspadalah!
-------------------------------------------------
Pengalaman di atas hanyalah sebagian dari beberapa hal unik lainnya yang saya alami selama berada di Batam. Setelah dijalani, ternyata hidup menjadi kaum pinggiran itu tidak selalu terpuruk seperti yang saya pikirkan sebelumnya. Ada saja momen unik dan pengalaman baru yang datang tanpa disangka, sehingga membuat saya merasa betah hidup di daerah gersang ini. Yes, survive is challenging.Cerita di Batam lainnya:Penasaran Ada Apa di Batam? [Road Less Traveled] Kabil, Eksplorasi di Ujung Timur Batam"It's not just about the destination, but the journey"(Desember 2012)