|
Pemandangan Ha Long Bay pada umumnya |
Mr. Dhong tampak kecewa begitu ia tahu bahwa kami tidak menggunakan jasa turnya. Wajahnya memelas seraya mengingatkan kembali apa yang telah ia beri tahu pada kami. Beliau adalah salah satu staff di hotel tempat kami menginap.Sebenarnya dia sudah bilang dari awal untuk memakai tur yang ia rekomendasikan dan berjanji untuk memberikan harga yang terbaik. Namun kami sudah terlanjur ikut tur ke Ha Long Bay yang (mungkin) harganya lebih murah dari yang situ tawarin."Maafin kami, ya Mr. Dhong..." kata saya dalam hati. Sampai tak enak rasanya melihat raut wajahnya yang tampak kasihan.
Meski dalam keadaan sedihnya, Mr Dhong masih berbaik hati untuk membantu kami menelpon pihak tur yang pada pagi itu sudah telat setengah jam. Ternyata benar saja, kami dijemput paling terakhir. Saya pun dapat bangku lipat tambahan yang sudut kemiringannya lumayan ekstrim.Sekitar 3 jam ke depan saya harus tahanin duduk miring bak model kena ambeien supaya seimbang. Saya, Eka, dan Robert pun dapat bangku secara terpisah sehingga mau ngobrol saja sudah pasti susah.Yah, mau bagaimana lagi? Harga paket turnya saja sudah terbilang paling murah dari yang pernah saya tahu. Biasanya tur ke Ha Long Bay kisaran di atas US$20+ untuk paket tur standar 1 hari. Namun, kali ini kami bertiga malah nemu yang cuma US$17,5. Beginner's luck!Dengan bahasa Inggrisnya yang sangat lancar namun berlogat Asia, Mr. Kheng, sang guide mulai menjelaskan segala macam tentang kota Hanoi. Tiba-tiba dia jadi semangat cerita begitu ia tahu bahwa saya berasal dari Indo."Saya dulu sempat ke Jakarta, dan di sana sama seperti di Hanoi. Motornya banyak dan semrawut! Bedanya di sana selalu macet. Kalau di sini meski motornya lebih banyak, namun tetap saja masih bisa jalan!" jelas Mr. Kheng pada seluruh peserta tur di dalam mobil. Sebagai WNI saya pun malu bila ternyata sudah banyak orang di luar sana yang tahu akan "kebusukan" ibu kota kita. |
Perlu saya sebut Mr. Kheng itu yang mana? |
Pemandangan di pinggir jalan tol yang berupa sawah dan kuburan melulu membuat saya benar-benar "mati kutu". Karena sama-sama tidak ada yang bisa dilakukan, seorang pria bule tiba-tiba mengajak saya ngobrol. Michael pun bercerita bahwa ia adalah seorang Prancis.Tidak seperti turis-turis Asia lainnya yang berpakaian bagus, Michael malah lebih memilih baju sederhana ala rumahan. Orangnya asyik dan gaul meski di usianya yang sudah berkepala 3. Banyak sekali topik yang kami omongkan, mulai dari kekacauan di Hanoi, saling promosi budaya sendiri, hingga menyasar ke gosip politik yang lagi hangat di negara masing-masing.Dia juga salah satu orang yang mengajarkan saya cara jitu menyeberang di Hanoi. "Listen to me! If you want to cross the street, first thing to do is close your eyes. Don't give fuck for those bikes and just go straight. Suddenly, you realize that you just landed safely," seru Michael.Saya malah ngakak mendengar nasehatnya meski ia berceritanya dengan serius.
Belakangan ia memberitahu bahwa ia ke Vietnam dalam rangka business trip. Ia bekerja untuk Airbus dan memang sering melanglang buana ke berbagai negara. Dan hanya di hari ini ia sempatkan untuk jalan-jalan santai setelah seminggu sebelumnya kerja terus.Kami pun larut dalam diskusi yang topiknya tak kunjung habis hingga mobil telah memasuki daerah perkotaan di pesisir laut. Tak terlalu lama, mobil kami melipir ke pinggiran jalan dekat dengan pintu masuk sebuah pelabuhan kecil. Dari jauh sudah bisa terlihat siluet bukit-bukit karst menjulang tinggi dari permukaan laut yang sangat kontras dengan latar belakang langit cerah pada siang itu.
Setelah catat absen, seluruh peserta tur bisa segera masuk ke kapal untuk mencari tempat duduk, 1 meja dengan 2 bangku panjang yang dapat diisi 6 orang. Saya, Eka, dan Robert duduk sebangku dan juga semeja dengan 3 peserta tur lainnya yang masih muda pula.Anxylee dan Jacko adalah pasangan turis remaja dari China yang memang sedang menikmati liburan berdua. Yang satunya lagi remaja asal Thailand bernama Abinob. Anxylee, si cowok China berkali-kali berusaha mengenalkan dirinya dengan English yang gagap nan blepotan. Sedangkan ceweknya, si Jacko tidak terlalu bisa English.Abinob malah asyik sama HP-nya meski kami sudah ajak ikut ngobrol juga. Obrolannya hanya sebatas perkenalan pada umumnya karena kami sudah terlalu "konsen" sama makanan masing-masing. |
Siluet batuan cadas dari kejauhan |
|
Kapal saya kayaknya yang ini. Oh, bukan! Yang itu! Loh, bukannya yang sono?! |
Menu siang itu cukup sederhana untuk kami berenam. Sepiring kacang untuk camilan, semangkok besar nasi yang dibagi berenam, tim ikan yang rasanya standar, sayur kangkung pembasah mulut, dan satunya lagi saya lupa apa. Lagi enak-enak makan tiba-tiba dari bagian kiri terlihat bukit-bukit karst yang tak mungkin kamera saya lewatkan untuk memotretnya. Nggak mau ketinggalan dengan peserta lain, kami pun langsung naik ke dek atas untuk mendapatkan pandangan yang lebih leluasa.Panorama indahnya hampir membuat saya lupa sama nasi dan sayur yang masih ada di piring. |
Waduh, kapalnya menghalangi objek foto saya! Hahaha.. |
Seperti kapal-kapal lainnya, kapal kami pun merapat ke sebuah dermaga rumah apung. Michael menghampiri saya dan mengeluh, "Makan apaan tadi?! Gw bayar mahal-mahal cuma buat makan dikit gitu!" Ia mengaku kalau ia bayar biaya turnya sekitar USD$25 dari tur bernama Sinh Cafe.Tur ini namanya memang sudah tenar, saking tenarnya bahkan sampai ada yang bikin KW-nya dengan nama yang sama pula. Dia juga bingung mengapa saya bisa dapat tur yang harganya jauh lebih murah daripadanya. Dan ternyata dalam 1 mobil kami itu isinya para peserta dari bermacam-macam tur yang berbeda merk.
Mr. Kheng memberikan instruksi pada semuanya untuk segera naik sampan kecil yang musti bayar lagi. Cih! Mau nggak mau juga, sih... mumpung sudah di sini. Dengan membayar 120.000 VND/kepala, kita bisa menyusuri laut berlatar perbukitan karst selama sekitar 20 menitan.Michael ngotot nggak mau naik karena males keluar duit lagi (pelit juga bule satu ini). Kali ini kami bertiga dan pasangan China berada di sampan yang sama. Kami tak banyak bicara pada saat itu karena sudah terlanjur terpana sama karst raksasa di sekitar.Klimaksnya yaitu ketika sampan telah melalui gua stalaktit. Panorama bukit karst mengelilingi kami 360ยบ di atas air laut yang tampak kehijauan. Kemegahannya membuat saya hampir menganga. |
Kapal melipir ke rumah apung di tengah laut |
|
Mau masuk ke terowongan |
|
Eka, Robert, Anxylee, Jacko |
Tembok karst yang melingkar dan danau di sini
adalah air laut yang terjebak di dalamnya
Legenda setempat mengatakan bahwa dulu di tempat ini pernah didatangi oleh sekelompok naga yang diperintahkan dewa untuk melindungi warga lokal yang saat itu sedang dijajah.Para naga memuntahkan ribuan batu giok ke atas laut yang kemudian (secara gaib) berubah menjadi batuan kapur raksasa yang saling terhubung guna memproteksi warga dari serangan. Nggak heran bila namanya adalah Ha Long atau descending dragon.
"Jebuurrr..." semua yang lagi nganga langsung pada nengok mencari sumber suara. Ternyata si bule Prancis! Dia nekad berenang tanpa pelampung di laut hijau yang kita sendiri pun tidak tahu seberapa dalamnya! Lah, bukannya tadi dia ngotot nggak mau ngikut?! Perjalanan di atas sampan kemudian dilanjuti dengan memutari 2 karst raksasa hingga ke tempat semula.
Begitu semua peserta tur tiba di dermaga, Mr. Kheng menyuruh bagi siapapun yang mau untuk menjelajahi karst lagi, namun kali dengan kayak. "Yes, sekarang waktunya lepasin 'perawan' kayak saya!" seru saya dalam hati. Dari semua peserta, cuma kami berempat yang mau kayaking.Eka satu kayak sama Robert, sedangkan saya bareng sensei yang mengajarkan saya cara berkayak, Michael. Padahal kayak sudah termasuk biaya tur, namun yang lainnya malah nggak berminat karena mataharinya lagi semangat siang itu.
Awalnya mengira saya bakal terbalik dan kejebur begitu 1 kaki saya nginjak kayak. Ternyata kayak for newbie ini keseimbangannya lebih baik daripada yang pernah saya lihat di acara-acara TV. Memang, sih spot-spot yang kita lihat sama seperti yang tadi, tapi kali ini lebih bebas ke mana aja "seenak jidat".Selama mendayung kayak, saya tidak banyak bicara dan hanya mendengar Michael bercerita saja. Bisa dibilang, ya cukup bawel juga (hehehe..). Saya sendiri juga antusias mendengarkannya karena dia memang memiliki segudang cerita menarik tentang pengalamannya.Tentu saja saya sangat payah dalam berkayak. Dayungan yang saya hasilkan bahkan tidak mampu mendorong kayaknya sehingga cuma si sensei aja yang empot-empotan. Bahkan sensei menyebut saya yang payah ini dengan the best newbie in the world! Hahaha... (lebay abis). Tapi lama-lama jadi terbiasa juga dan cara mendayung saya makin menuju ke arah yang benar. |
Seru abis kalau bisa mendayung bebas sesuka hati |
|
With kayaking sensei |
Michael memberi tahu bila ia tadi rela keluar duit demi naik sampan agar dia bisa berenang. Bila loncat dari kayak, maka bakal susah naik kembali. Makanya ia terpaksa memilih sampan agar lebih leluasa loncat dan naik kembali ke sampan. Benar juga, sih...Dia juga cerita kalau tadi si ibu-ibu pendayung dengan cemasnya udah melarang dia setengah mati. Dasar bule nekad!Tak terasa sudah setengah jam kami mengambang di atas laut saking asyiknya menikmati view Ha Long Bay. Janjinya, sih 10 menit aja, soalnya usai dari sini kami masih harus ke lokasi wisata lainnya. Bahkan Mr. Kheng sampai menghampiri kami dengan mendayung kayak seorang diri! Duh, kami bener-bener "kelewatan"!Singkat cerita, kami tiba di kapal dengan disambut tampang-tampang bete para peserta tur yang lagi keringetan sambil ngipas-ngipas. Fyuhh.. untungnya Mr. Kheng nggak meninggalkan kami di tengah laut. Tempat berikutnya kami mengunjungi Thien Chung Cave, yaitu goa biasa yang di dalamnya dihiasi stalagtit dan stalagmit.Di tiap batu-batunya disorot lampu warna-warni guna mendramatisir pemandangannya. Tidak banyak yang bisa saya foto di sini karena kurangnya lighting. Tidak lama menjelajah goa kami keluar dan sudah berada di ketinggian, sehingga saya bisa menikmati panorama Ha Long Bay yang lebih ciamik.
|
Hal lumrah di wisata goa: batu ini mirip dengan... batu itu mirip sama.. |
Selagi menunggu perjalanan kembali ke pelabuhan, kami mulai membuka obrolan dengan 3 remaja di hadapan kami. Dari ketiganya, cuma Anxylee yang tampak antusias mengobrol. Jacko juga sesekali ikutan meski English-nya rada gagap. Sedangkan Abinob ngobrol sama keluarganya yang berada meja sebelah.Topik yang dibicarakan hampir tak ada bedanya, yaitu sama-sama ngeluh akan keadaan kota yang macet dan penuh polusi. Untuk lidah Asia Timur, Anxylee memang cukup susah berbahasa Inggris. Lucu sekali ketika memperhatikan dia yang sedang bicara. Alisnya menukik tajam seperti hakim Bao-berusaha semaksimal mungkin untuk mengucapkan pronounce English yang benar. Dosanya, kami bertiga yang Indo malah ngetawain dia. hahaha....
Anxylee mengaku kalau ia tidak mendapat English saat SD. "So, how do you learn English?" tanya Robert. Balas Anxylee, "Oh, it's because I like watch 'muwi'." HAH!!! Saya, Robert, dan Eka saling bertatapan dengan muka cengok. "What's 'muwi'?" Otak kami loading sekitar 7 detik dan sadar bergiliran "OH 'MOVIE'!!!" Lagi-lagi kita ketawa tanpa dosa. Bagaimanapun juga saya tetap salut sama Anxylee yang pede abis meskipun English-nya gagap-gagap daripada orang yang sama sekali nggak berani ngomong karena malu takut salah. Sampai kami membahas tentang film-film yang seru, Abinob mulai menunjukkan eksistensinya. Kami sempat ngomongin film-film Thailand yang sedang berkembang dan Abinob memberikan sarannya tentang film-film Thai yang oke punya.Dia juga memberi tahu tempat-tempat asyik untuk traveling di Thailand yang biasanya kurang dikenal turis. Kami pun larut dalam percakapan yang cukup seru sampai kapal kembali ke dermaga kembali. Peserta yang lainnya sudah terdiam karena capek, kami malah ngobrol dan tertawa bareng tanpa rem. Emang dasar energi anak muda!Selama perjalanan pulang ke Hanoi beberapa peserta sudah tepar kecapekan. Ditambah lagi gelapnya malam dan AC mobil yang dingin bikin saya makin ngantuk kepayang. Kenyataannya saya cuma tidur setengah jam saja setelah Michael sukses membuat saya larut kembali dalam obrolan.Saudaranya Abinob, seorang gadis yang saya lupa namanya terlihat hanya mendengarkan obrolan kami saat itu. Saya mencoba untuk membahas hal yang "berbau" Thailand agar gadis manis ini juga bisa ikut ngobrol. Minimal dia bisa ikut beropini juga dan saya bisa ngobrol sama dia. hehehe.... Kami bertiga menghabiskan waktu ngobrol yang cukup lama. Selanjutnya, malah jadi Michael yang lebih banyak bercerita hingga tak terasa kami semua sudah tiba di Hanoi. Michael memang terkesan bawel, namun dari sifatnya itu kita-kita yang mendengar malah dapat banyak pengetahuan dan inspirasi.Sebuah perjalanan yang berkesan bukanlah hanya tentang tempat tujuannya saja. Lebih dari itu, di sepanjang jalan itu kita bisa saja bertemu dengan pengalaman-pengalaman yang tak terduga. Salah satunya, ya berkesempatan bertemu dan saling sharing cerita sesama travelmate.Dari hal itu kita dapat lebih mengenal karakter budaya dunia luar dan tentunya menambah teman. Dan bukankah tidak ada hal yang lebih seru daripada menikmati pemandangan alam sekaligus bertemu dengan pengalaman-pengalaman baru, bukan? "It's not about the destination, but the journey"NOTE:Tur termurah ke Ha Long Bay yang saya dapat:
Bamboo Travel14 Hang Be STR, Hoan Kiem Dist,7 ToTich STR, Hoan Kiem Dist,Hanoi City, VietnamTel: (+84-4) 3928 6383Hotline: 01665886812Email: hangbe14pho@yahoo.comWeb: www.bambootravel.name.vn
Harga yang saya dapat USD$17,5 (termasuk pajak).(harga Okt 2013)-------------------------Tulisan ini terinspirasi oleh:http://ginting.wordpress.com/2011/12/01/hongkong-tentang-ex-wni-tkw-pasangan-pengusaha-pengelana-pria-jerman-yang-kesepian-dan-seorang-gadis-jepang/"Leave nothing but footprints. Take nothing but pictures. Kill nothing but time"