|
Blok perkotaan di Singapura tahun 60-an |
Sekilas dari foto terlihat blok perkotaan tua mirip dengan pemandangan kota kecil di China daratan. Lokasi ini dirancang sedemikian rupa dengan arsitektur bergaya khas kuno sehingga terlihat seperti kembali ke masa lalu. Di sinilah lokasi shooting pembuatan serial TV yang ditayangkan oleh HBO Asia, berjudul Serangoon Road.
Pertengahan September 2012 lalu saya mendapat kesempatan mengunjungi pulau Batam untuk program magang dari kampus saya. Selama di sana saya mendapat banyak sekali pengalaman yang menarik, salah satunya berkesempatan melihat secara langsung lokasi shooting film Serangoon Road. Bagi yang belum tahu, Serangoon Road adalah sebuah serial TV besutan ABC Australia dan HBO Asia yang bertemakan tentang drama detektif berlatar belakang negeri Singapura pada tahun 1960-an. Sebagian besar pengambilan gambarnya dilakukan di Batam, tepatnya di halaman belakang studio Infinite Studios. |
Salon jadul |
Di backlot yang luas ini, para kru film bekerja untuk mengubah pemandangan backlot menjadi suasana sebuah perkotaan kuno fiksi yang akan digunakan untuk lokasi shooting. Sentuhan para pakar di bidang setting telah membuktikan betapa indahnya arsitektur berciri khas China-Melayu kuno di negeri singa kembali ke tahun 60-an. Atmosfer terasa berubah ketika memasuki sebuah blok outdoor yang di kiri-kanannya dihiasai dengan banyak bangunan, seperti: kedai kopi, salon, bar, toko kelontong, dan opera China. Di samping salah satu bangunan terdapat gang-gang kecil yang saling berhubungan. Dalam sebuah scene di salah satu episode, Sam Callaghan, sang karakter utama kejar-kejaran dengan para musuh di sepanjang gang kecil ini. Saya tidak akan menceritakan tentang adegan pengejarannya lebih detail. Menyusuri gang ini mengingatkan saya dengan gang-gang perumahan di sekitar Chinatown-nya Jakarta, Glodok. Setiap bangunan memiliki pintu tembus ke belakang. Hampir di tiap temboknya dihiasi poster-poster iklan produk jadul yang terlihat sangat asli. |
Bar lokal |
|
Poster iklan produk di gang kecil |
|
Kedai minum-minum |
|
Gedung opera China kuno |
|
|
|
|
Scene di filmnya |
Kekaguman semakin menjadi-jadi ketika kami masuk ke bagian indoor studio. Terdapat ruang kamar, ruang kerja, dan dapur yang dibuat serealistis mungkin. Tidak ketinggalan pula peralatan interior dan perkakas-perkakas kuno yang dapat mendukung atmosfer. Bahkan teksturnya juga terlihat sangat detail, mulai dari benda-benda yang rusak, lecet, dan berdebu. Selain itu ada pula interior bar dan restoran ala China kuno mirip di film jadulnya Jackie Chan. Setting interior lainnya yang sangat menarik adalah tempat pelacuran dan kamar-kamar tukang nyimeng (opium). Ruangannya sempit dengan pencahayaan remang-remang dan 2 buah ranjang kecil di dalamnya. Sprei-nya dibuat berantakan seperti baru saja terjadi "perang" hebat di atas kasur (hehehe...). Tembok bercat merah ditempeli beberapa foto seksi "wanita panggilan" lengkap dengan biodatanya.
Beberapa waktu kemudian, kami diajak lagi untuk menyaksikan behind the scene. Rombongan anak-anak kantor diberi kesempatan untuk menyaksikan shot yang ada ledakannya. Demi memompa adrenalin di malam hari, kami berdiri sekitar 50 meter dari sumber ledakan. Objek yang akan diledakkan adalah sebuah gedung yang berada di hook (pojok gang). Saya lupa juga gedung apa itu, namun terlihat seperti kantor kapolsek versi negeri singa karena ada lambang bintang besar di atas pintunya. Butuh beberapa menit untuk mempersiapkan segala sesuatu dalam satu shoot ini, karena hanya akan ada 2 bom saja. Harus serius, nggak boleh salah-salah.
Suasana menjadi sunyi sesaat sebelum ledakan terjadi. Tadinya saya mencoba untuk tidak menutup kuping. Namun tiba-tiba perasaan jadi nggak enak dan otak tersugesti menyuruh saya untuk menutup kedua kuping. Rombongan juga terlihat khawatir karena kita sama sekali nggak tahu pasti seberapa besar ledakannya. Teriakan sang sutradara memecahkan keheningan, "ROLLING AND ACTION!!!" Semua aktor mulai bergerak dan... DUARRRRR!!!! Ekspektasi kami bakal dahsyat-terlihat kepulan asap menyerupai jamur terbang ke langit mirip di film Die Hard. Tapi ternyata mirip dengan bom-bom yang biasanya dipakai para teroris Indo untuk mengebom rumah ibadah. Namun jangan salah, ledakan macam ini bisa juga sangat berbahaya. Dari jarak ratusan meter saja terasa wave ledakannya dan mungkin bisa memekakkan kuping pula. Saya membayangkan jika saya jadi si bapak tukang jualan (figuran) yang harus berakting jalan seperti biasa kemudian tiba-tiba harus melompat terkena ledakan berjarak sekitar 5 meter darinya. |
Para figuran yang lagi pada shooting atau nyantai? |
"Kenapa nggak pakai VFX (visual effects) aja untuk ledakannya?" tanya teman kami pada salah satu kru. Pemakaian bom asli tentunya agar terasa lebih otentik (nggak bohongan), sehingga akting para pemainnya pun terlihat lebih natural. Kemudian VFX digunakan hanya untuk touch up biar ledakannya terlihat lebih sempurna saat ditampilkan di layar kaca. Hasilnya bisa kalian saksikan sendiri di filmnya yang sudah mulai tayang akhir September 2013 lalu di channel HBO.
"Leave nothing but footprints. Take nothing but pictures. Kill nothing but time"
Terimakasih anda telah membaca artikel tentang Pemandangan Singapura Tahun 1960-an. Jika ingin menduplikasi artikel ini diharapkan anda untuk mencantumkan link https://howtravelguide.blogspot.com/2013/10/pemandangan-singapura-tahun-1960-an.html. Terimakasih atas perhatiannya.